Tim Tombo Ati (T2A) adalah lembaga yang didirikan dalam Penanganan Mental Spiritual bagi para Pengungsi korban merapi.

Minggu, 28 November 2010

Message from Mr. Fajar

Fajar Kurniawan Priatama mahasiswa Farmasi UII 2009 yang juga merupakan anggota inti Tim Tombo Ati berharap, bahwa relawan harus mempunyai komitmen, relawan harus mempunyai motivasi yang lebih fight, semangat tidak mudah luntur, dan punya nafas panjang (loh?-red). Dia juga berharap skill dari relawan menjadi lebih berkembang dan bisa melakukan komunikasi terapeutic lebih baik terhadap penyintas.

Motivasi dari Mas Fajar ikut Tim Tombo Ati adalah ikut berusaha menyelamatkan akidah penyintas, ingin menempa diri agar lebih tenang menghadapi masalah sehingga bisa lebih bermanfaat untuk orang lain serta bisa mengaplikasikan ilmunya.

"Enak, menyenangkan, dan penuh tantangan kalau menjadi relawan", dijawabnya pertanyaanku sembari tertawa.

Pesen untuk temen-teman relawan, tetaplah semangat, jangan terlalu agresif. Maksudnya agresif adalah janganlah terlalu tergesa-gesa. Ketika mendapatkan suatu info, dimana info itu belum valid, jaga nafas panjang. Maksudnya jaga nafas panjang adalah kita tidak hanya beraksi hari ini, tapi masih banyak hari-hari lain yang masih menanti aksi kita. Bekerjalah dengan sepenuh hati walaupun hanya separuh waktu, tanpa diminta.

Pesen buat pengungsi .Tetap semangat, tatap hari esok lebih baik. Dan tetap awali hari dengan senyuman seperti indahnya mentari di pagi hari,,,,

Atik Setyoasih






di Aula lt 7 Kanwil DJP DIY, 27 November 2010


"Skill Relawan Perlu di Kuatkan"

Di tengah riuhnya peserta pelatihan relawan yang sedang ISHOMA, kudatangi dua akhwat yang sedang duduk-duduk di atas kursi menikmati hangatnya seduhan kopi.

"Assalamu`alykum Mbak, kenalan ya... Atik dari Tombo Ati. Mbak namanya siapa?"

"Wa`alykumsalam, Indri."

"Dari mana Mbak?", meletakkan kopi di atas meja.

"Dari apanya nih? Kampus atau rumah?"

"Kampus aja"

"Akuntansi UNY"

"Apa sih Mbak, harapannya datang ke acara ini?"

"Ingin menjadi relawan yang tanggap bencana. Tidak menjadi bingung apa yang harus dilakukan ketika di lapangan."

"Yang lainnya mbak?"

"Untuk skill, biar bisa ditempatkan di mana aja, biar lebih banyak berkontribusi gitu"

"Kalau sampai detik ini, setelah ikut pelatihan tadi, ilmu apa nih yang dirasa sudah didapat?"

"Kalau yang banyak kudapat sih malah cerita-cerita dari temen-temen relawan yang lain, dengan cerita itu aku bisa tau apa yang harus aku lakukan jika ntar aku dalam keadaan itu."

"Harapan kelanjutan dari acara ini apa Mbak?"

"Ada pelatihan tahap dua, skill-nya lebih di kuatkan lagi."

"Adakah pesan untuk teman-teman relawan?"

"Buat semuanya aja tetap semangat, lakukanlah semua ini hanya untuk Allah! Dan percayalah bahwa Allah akan membantu di setiap kesulitan yang kita hadapi."

"OK Mbak, tunggu di blog ya..."

"Apa? Loh!!!"

"Hehe..."

Kemudian kami bertiga menuju mushola untuk sholat. (Setyoasih)


Tak Berpunya Tapi Miliki Segala


Kebun binatang ini sudah banyak berubah.

Dibanding dengan saat terakhir berkunjung sudah sangat berbeda. Sudah nggak bau pesing. Sudah nggak banyak sampah. Justru buanyak banget tempat sampah. Satu kata untuk Gembiraloka, indah!

Kalau nggak salah sudah 8 tahun aku nggak kesana. Lebih-lebih suasananya sekarang. Bukan sekedar piknik keluarga, tapi juga membersamai penyintas lereng Merapi berwisata.

Kami  (Tim Tombo Ati) mendapat jadwal untuk meng-handle acara sejak ISHOMA. Sementara paginya dipegang oleh teman-teman dari Mermounc. Mereka mengajak para penyintas untuk berkeliling menikmati Gembiraloka.

Oh ya, satu yang kurang dari Gembiraloka. Kamar mandinya. Cuma ada 3. Jauhnya?  Jangan ditanya. Jadi waktu mau wudhu untuk sholat dzuhur, dengan jumlah pengungsi sekitar 300-an, memang sedikit kewalahan.

Sementara belum banyak pengungsi yang datang, kami ambil wudhu duluan. Di kamar mandi dekat pintu masuk.

Ada yang menarik perhatianku. Seorang ibu. Datang dengan jilbab putih gadingnya, dalam balutan baju hijaunya, sejuk di pandang mata. Kami belum memberi aba-aba. Lihat pengungsinya saja baru beberapa. Tapi mendekati waktu sholat ibu ini sudah bersiap.

“Mbak, wudhune teng mriki nggih?”
“Nggih, leres, Bu…”
“Wonten sing kosong?”
“Wonten, Bu…”

Aku tak sempat bertanya lebih banyak. Karena kami harus segera menuju panggung utama.

“Mbak, le sholat teng pundi?” Ibu ini kembali mengagetkanku. Sekarang bersama dua orang. Seorang ibu dengan pakaian padanan coklat dan yang satu berjilbab biru.

“Teng mriki, sekedap nggih Bu, kajenge dipuntata rumiyin kaliyan rencang-rencang…”

Ibu ini tak banyak bicara. Beliau turun membantu kami menggelar tikar. Ternyata di depan panggung utama panasnya luar biasa. “Mbak, kok ndak di joglo saja?” kata ibu-ibu lainnya. Tapi ibu ini tetap diam di tempatnya. Akhirnya sholat kami pindah sedikit ke selatan. Di bawah pohon yang jelas lebih teduh.

Tiba waktu makan siang aku mengambil tempat di sebelah timur. Mataku mencari ibu itu. Tapi perhatianku teralihkan sementara saat seorang simbah datang bersama keluarganya dan duduk tepat di depan saya. Ada yang berkata (tapi saya tidak memperhatikan yang mana), “Mbak, niki Mbah Maridjan putri…”

“Ya Robb, aku tak harus mencari beliau. Beliau sudah ada di depanku.”

Kukeluarkan jurus ngayawara standar ala Jawa. Hehe, sangat ampuh untuk situasi-situasi macam ini ternyata. Banyak yang kudapat dari keluarga besar itu. Mungkin akan kuceritakan lain waktu. Sekarang aku kembali mencari ibu tadi. Setelah ketemu langsung kudekati.

“Nyuwun sewu, kula lenggah mriki nggih, Bu?”
“Mangga, Mbak…”
“Ibu sampun dhahar?”
“Sampun, Mbak…”
“Tindak mriki kaliyan sinten kemawon, Bu?”
“Kalih lare, Mbak…”
“Sakniki teng pundi?”
“Duka wau, mbok menawi dolan kalih kancane.”
“Menawi bapak?”
“Bapake sampun sareng kaliyan Mbah Maridjan kala wingi, Mbak…”
Masya Allah. “Nyuwun ngapunten nggih, Bu…”
“Mboten napa-napa, Mbak…”

Ibu ini lalu bercerita. Mulai dari erupsi Merapi pertama, termasuk kronologi kematian suaminya. Juga tentang dua putrinya. Sampai bagaimana sekarang hidupnya.

“Sakniki nggih pun mboten gadhah napa-napa, Mbak. Kantun gadhah lare-lare. Kantun gadhah Gusti Allah.”

Splash… Luar biasa! Ibu ini sadar beliau sudah tidak punya apa-apa. Hanya tinggal kedua putrinya. Tapi ada satu yang masih beliau punya. ALLAH! Allah yang ibu ini jadikan sandaran. Allah yang ibu ini jadikan kekuatan. Allah yang ibu ini jadikan tumpuan dan harapan.

“Nyuwun sewu Bu, asmanipun sinten nggih?”
“Bu Ngatinem”.

Selang kemudian aku bertemu putri bungsunya. Juga tidak sengaja. Dia dan dua orang temannya mengajakku bermain bersama. Cublak-cublak suweng, ah, permainanku dulu waktu TK…


Sesekali bocah mirip Dora ini menoleh ke belakang. Tersenyum ke ibu tadi. Baru kemudian kembali mengambil posisi.

“Larenipun, Bu?” tanyaku menyelidik.
“Nggih Mbak, niki sing alit…”
“Namine sinten, Dek?” aku ganti tanya pada putrinya.
“Dek Astri…”

Setelah itu aku tak banyak berinteraksi dengan mereka lagi. Aku harus membersamai simbah-simbah putri. Banyak pelajaran yang kutemui disini. Ah, jika bukan karena Merapi…

Sebelum pulang aku melihat mereka di parkiran. Lagi-lagi keluarga kecil ini menarik perhatianku. Astri mendekati sang ibu. Dia minta uang. Dan ibunya pun memberikan. Tapi ternyata bukan untuk jajan.

“Ya kana dicaoske dewe”, kata Bu Ngatinem pada putrinya.
Tahukah apa yang dilakukan Astri dengan uang di genggamannya? Dia hampiri seorang simbah di depan mushola. Di wadah putih pengemis itulah Astri menaruh uangnya. Allahu akbar!


Keluarga kecil ini sudah tak berpunya dari sisi harta. Tapi justru sikapnya yang membuat mereka kaya. Keyakinan mereka akan Yang Maha Segala. Kemauan mereka untuk tetap berbagi pada sesama. Hari ini aku kembali mendapat guru. Keluarga ini memang pantas digugu lan ditiru. Jujur, aku malu…


Semoga Allah kembali mengumpulkan keluarga mereka di surga…


Saat liburan Hari Guru,
di Kebun Raya selatan Jogja,

Ainun Nahaar


Program Internal yang Dibutuhkan adalah Penguatan Para Relawan

"Salam di lantangkan dengan suara keras, membuat hatiku "gleeer", Subhanalloh", batinku berkata mengomentari awal pembicaraan Pak Fauzil.

Beliau menyampaikan, bahwa dalam kerelawanan ada yang namanya survivor, penyintas atau yang perlu ditunjukan adanya kekuatan untuk bangkit kembali, dan lain-lain. Pertanyaan yang keluar sebagai awal dari Pak Fauzil .

“Berapa lama penggalangan dana yang efektif?”

 Pertanyaan ini di jawab oleh Ibu Dian salah satu relawan dari posko Muntilan, Magelang. Beliau menjawab,

 “Menggalang dana efektif sekitar 6 bulan yang akan dilakukan dan sudah membuat renstra atau rencana strategi bencana untuk jangka selanjutnya sekaligus memberikan pemahaman bagaimana menjadi donatur agar berkelanjutan”.

“Problem seksual perlu dipikirkan, jika tidak akan menimbulkan masalah emosional termasuk memudahkan depresi dan pendampingan personal juga akan lebih dibutuhkan. Jika tidak ada sentuhan kadangkala penyelesaiannya adalah menimpakan masalahnya dengan menyalahkan Tuhan atau berada di tingkat kejenuhan. Dengan pendampingan mereka dapat menumpahkan masalah dan kesumpekannya”, lanjut Pak Fauzil

“Apa yang korban butuhkan di waktu yang akan datang?” pertanyaan yang kembali muncul oleh pak Fauzil.

Seseorang yang sangat menyukai atau gembira menjadi relawan maka sebelum diminta pada waktunya dia akan datang sendiri. Menurut Ibu Dian dalam menjawab pertanyaan pak Fauzil, yang hilang selain harta benda pada korban bencana salah satunya adalah kehilangan pribadinya. Ada suatu kasus di kaliurang, yaitu terdapat seseorang yang merasa kehilangan pribadinya. Mereka tidak membutuhkan harta melainkan hanya teman curhat sehingga diharapkan adanya gerakan konsultan relawan untuk memberikan motivasi dan memberi masukan. Namun, relawan harus mempunyai keahlian khusus.

Menurut Bagus, salah seorang peserta training. Selain yang di sebutkan diatas, prestise para korban juga dirasa hilang.

“Pengungsi itu tidak sama maka perlu di petakan. Kebanyakan relawan menyetarakan para korban. Jadi yang diperlukan adalah  mencari kebutuhan yang sesuai petaan tersebut. Kebutuhan itu mungkin bukan harta tetapi memerlukan telinga yang mau mendengarkannya”, tanggapan dari Pak Fauzil

"Apa sih yang perlu kita miliki..?" ,pertanyaan dari Pak Fauzil

"Empati, kemampuan kita untuk merasakan apa yang mereka rasakan dan simpati, tahu atau sadar bagaimana kita menerima perasaan mereka. Perhatian, memilki komitmen yang kuat untuk membantu mereka. Fedback, bagaimana kita menemukan poin-poin penting atau apa yang bisa digali dari mereka untuk kemudian diparaphrase ( dapat memberikan manfaat), jelas Pak Fauzil."

"Apa keputusan kita tentang curhatan? Apa jadi plong atau malah sebaliknya? Kira-kira apa yang diperlukan?? Apa yang dapat membuat empati kita bertahan lama? Ada satu kekuatan yang musti dijaga yaitu komitmen untuk memulihkan dan menjadikan individu-individu yang sukses serta bahagia. Maka jadilah relawan yang sesuai dengan keahlian kita."

"Program internal yang dibutuhkan adalah penguatan para relawan. Tujuannya untuk mencegah turunnya semangat para relawan dalam usaha mengobati jiwa korban bencana. Yang hilang lagi dari para korban adalah orang-orang yang di cintainya meninggal (kehilangan hubungan personal yang akrab). Sebenarnya curhat itu sudah sangat membantu, tetapi mencari tahu tentang hidupnya juga diperlukan untuk dapat membantu kebutuhan-kebutuhan apa yang hilang dalam hidupnya."

"Apa yang menjadikan seseorang itu diperhatikan secara pribadi??Panggilan yang akrab atau special dapat membuat seseorang merasa telah diperhatikan secara pribadi. Sapaan-sapaan yang pas dirasa untuk dirinya pribadi dan ketika ketemu perlu komunikasi yang cukup cair. Kehilangan komunikasi intim juga dirasakan. Berikanlah perlakuan yang pas. Oleh sebab itu bangunkan kembali komunikasinya."

Pertanyaan dari para peserta:

Bagaimana caranya memetakan korban dengan baik dan bagaimana caranya agar kita bisa diterima dengan baik oleh masyarakat?/ (mas fajar)
Bagaiamana caranya agar kita membuat antara agar mereka bisa bekerja (membangun fase antara bekerja) (mas taufan)
Bagaimana cara untuk membangun empati relawan?? Bagaimana cara memberikan kontribusi anak2. (mbak dita)
Di dusun kalibening kasus ibu dan ank2 saja yang di beri. Nah jadi bagaimana pendapat anda jika ada bapak2 yang setres atau mengalami permasalahan. Solusinya?? (ibu Dian)


Jawaban
1. dengan cara bicaranya kita juga dapat mengetahui karakter korban dan sebenrnya kita tidak perlu mencari informasi secara detail.  Sehingga dapat di petakan. Situasi tetap ditanyakan. Membuat pengelompokan misal kel lansia, remaja, dll. Advokasi terlebh dahulu.

2. yang mereka perlukan adalah informasi dan kepastian. Tidak semua pekerjaan yang ditawarkan sesuai dengan mereka. Perlu di cari juga situasi psikologi mereka.
Yang perlu direncanakan:
Inspiration yang dapat meyakinkan mereka.
Gayet motivation namun jangan sampai mereka jenuh dengan nasihat2. Yang bersifat membangkitkan semangat.  Berbagi gagasan… dengarkan dan gali apa yang bisa mereka kerjakan. Buat acara gotong royong.

3. anak2 dimanapun membutuhkan 3C. Capable, mereka dapat merasa nyaman dengan potensi mereka sendiri, Connect (sebgaimanakah ank2 dengan mdah konek). Contribute, bagaiamana ank2 bisa merasa punya peranan. Jika tidak maka anak tuh cenderung nakal.
Ada 3 hal sebab kenakalan. Kurang perhatian, keinginan balas dendam, merasa bermasalah karena takut gagal. Nah yang perlu dilakukan adalah peran di kegiatan missal.

4.perlu difikirkan pendistribusian kebutuhan bapak, perlu dipastikan barang itu baru, mbok bapak2 juga diperhatikan. Pusatkan kebutuhan bapak2 kepada ibu2. Jadi kebutuhan bapak2 biarkan di urus ibu yang mungkin lebih tau.

Tim Jurnalistik TTA
Laila, Ginuk, Rohmah, Atik, dan Yanni
Sabtu, 27 November 2010 di Aula lt 7 Kanwil DJP DIY


Pesan dari Ditjen Kanwil Pajak

Dalam hatiku, PD aja lagi, semoga wawancara kali ini berhasil. 

Sudah mapan di tempat duduk bersama petinggi-petinggi kanwil pajak dan sudah siap untuk melakukan wawancara, eh malah di ajak ke lantai tiga untuk melihat posko peduli merapi milik Kanwil pajak. 

“so sweet”, celetuk salah satu dari tim jurnalistik T2A

Sesampai di posko peduli merapi, suasana semakin akrab dan nyaman untuk wawancara.
“Apa sich motivasi dari kanwil pajak bekerjasama dengan Tim tombo ati untuk mengadakan acara ini?”

“Ya, kita punya visi dan misi yang sama dong tentunya”, Pak Djangko sujarwadi sebagai Ditjen Kanwil Pajak  merespon dengan membawa suasana semakin akrab.

“Visi misi nya apa pak?”

“Ya,,,ingin bermanfaat lah untuk orang lain, kan di di hadist dikatakan bahwa Nabi Muhammad berkata bahwa Sebaik baik umat adalah orang yang bermanfaat bagi umat lain.”

“Subhanalloh”, kami bertiga mengucapkan hal yang sama.

“Posko Peduli merapi ini kami buat sehari setelah erupsi merapi pertama. Kan kalau yang di posko ini untuk kebutuhan  fisik yaitu dalam hal makan, barang-barang logistik, dan sebagainya. Kalau yang dari segi spiritual seperti kehilangan keluarga, mata pencaharian, banyak yang depresi, kami mengusahakan dalam bentuk pelatihan spiritual. Acara ini misalnya, menghadiran pakar psikologis untuk pembekalan relawan. Relawan itu Pahlawan tanda Jasa.”

“Subhanalloh”

“Pahlawan kalau tidak di beri pembekalan , takutnya nanti jadi pahlawan tanpa ilmu dan malah tdk jadi pahlawan tanda jasa”, tambahnya disertai senyum kecil.

“Adakah pesan-pesan untuk para relawan Pak?”.

“Para relawan adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka mengorbankan untuk kepentingan yang mulia. Kita harus beri apresiasi untuk mereka. Yang kuliah ya tetap kuliah, harus bisa bagi waktu, yang kerja ya kerja, yang penting jangan lupakan amanah. Jaga kesehatan juga sangatlah penting. Jangan gegabah dalam melakukan setiap tindakan apapun, lakukanlah dengan perencanaan yang matang. Iman dan ketaqwaannya juga harus ditingkatkan. Kan hidup kita semua di tangan Alloh, lakukanlah hanya karena Alloh.”

“Kalau untuk pengungsi, adakah pesan Pak?”

“Ya Sabar, tabah, bersemangat lagi untuk melakukan aktifitas seperti biasanya, kalau perlu konsultasi kepada orang yang ahli apa yang harus dilakukan setelah terjadinya bencana kali ini.” “O ya ya pak, kalau begitu cukup sekian saja, banyak ilmu nih yang didapat, terimakasih ya pak..”


Tim Jurnalistik T2A
Atik Setyoasih bersama Laila dan Rohmah
Sabtu, 27 November 2010 di Kantor Kanwil Pajak DIY


Sabtu, 27 November 2010

FULL DAY "TRAINING RELAWAN "

                          
YOGYAKARTA , 27 NOVEMBER 2010 : Hari ini, KANWIL DITJEN PAJAK DIY bekerjasama DENGAN TIM TOMBO ATI YOGYAKARTA menyelenggrakan TRAINING RELAWAN yang dihadiri dengan keterangan sebagai berikut :


jumlah Peserta: 100 Relawan dari non DJP antara lain dari DPU-DT, UGM, UNY, UMS, T2A, Relawan Mahasiswa, Relawan Umum dll.
Dan satgas posko pajak peduli merapi: 20 orang.

PEMATERI/PEJABAT YANG HADIR
1.      Sambutan dan Pembukaan oleh Kepala Kanwil DJP DIY, Bapak Djangkung Sudjarwadi, SH,LLM
2.      Drs. Maryanto, M.Si. (Ketua Posko Pajak Peduli Merapi Kanwil DJP DIY)
3.      Tun Yulianto (Pengurus PMI Kota Yogyakarta)
4.      Mohammad Fauzil Adhim, S.Psi. (Penulis Buku Best Seller)
5.      Dr. Tina Afiatin, Msi. (Psikolog UGM)
6.      Muhammad Fatan Ariful Ulum, S.Psi. (Trainer Tombo Ati)
7.      Trainer Tim Tombo Ati

TUJUAN
1.      Peserta memahami dan menjalankan visi dan misi relawan serta mampu membangun karakter relawan yang tangguh.
2.      Peserta mampu memahami dan melaksanakan keterampilan komunikasi teraupetik, dasar-dasar konseling dan proses assesment  dalam menjalankan amanahnya sebagai relawan.
3.      Peserta memahami filosofi tombo ati dan mampu menjalankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dalam keseharian


SASARAN KEGIATAN
Sasaran kegiatan ini adalah relawan Tim Tombo Ati, mahasiswa dan umum (usia produktif) yang terjun sebagai relawan dalam penanganan korban bencana merapi.


Jumat, 26 November 2010

T2A in Program @ Cebongan


Rabu, 24 November 2010

Menata Langkah

Menjadi relawan itu pekerjaan yang mulia. Menyediakan diri untuk membantu sesama, terutama yang sedang memerlukan, tentu memerlukan kelapangan hati. Bukan hanya karena harus menyisihkan waktu dan tenaga (kadang juga harta); juga karena banyak pihak yang harusnya melaksanakan tugas tersebut terkadang lamban dalam bekerja. Alhasil, makin menumpuk saja kerja yang harus diselesaikan. Sehingga, para relawan secara fisik dan mental menjadi kepayahan.

Maka, menjadi relawan tak hanya bermodal niat baik. Ia juga membutuhkan ketrampilan yang cukup, serta koordinasi kerja yang baik dengan para relawan lainnya serta dengan pihak-pihak terkait.

Oleh karena itu, Tim Tombo Ati bertekad menyediakan 'fasilitas' pengembangan kemampuan para relawan di lapangan, terutama yang berkaitan dengan ketrampilan psikologis.
Relawan sering lupa bahwa yang mereka hadapi di lapangan, terutama setelah masa tanggap darurat, adalah para korban dengan kondisi khusus. Para korban itu adalah manusia, yang memerlukan perhatian 'manusiawi' berdasarkan kondisi kejiwaan yang sedang menerpa mereka. Para korban itu, sahabat-sahabat kita itu, adalah manusia. Bukan barang. Bukan mesin.  Mereka memerlukan penanganan yang tepat, sesuai kondisi mereka.

Untuk itulah, serangkaian pelatihan/pembekalan untuk para relawan diadakan oleh Tim Tombo Ati. Seperti yang akan diadakan besok sabtu, 27 Desember 2010 bekerja sama dengan Kanwil Pajak DIY.

Ini adalah untuk ketiga kalinya Tim Tombo Ati menyelenggarakan training untuk para relawan. Yang pertama, diadakan di Jogokariyan pada awal November. Materi lebih ditekankan tentang pengetahuan kegunungmerapian, serta koordinasi dengan para relawan lainnya. Kemudian dilanjutkan di pertengahan bulan, dalam 3 gelombang, untuk penguatan ketrampilan komunikasi dasar.

Untuk yang ketiga ini, materi dikembangkan ke arah yang lebih mendalam lagi. Ada materi penguatan karakter relawan oleh Ustadz Muhammad Fauzil Adhim. Dilanjutkan dengan materi tombo ati oleh koordinator utama Tim Tombo Ati. Lalu materi terakhir, tentang psychological first aids, oleh seorang yang ahli di bidangnya, Dr. Tina Afiatin.


Mau jadi PENULIS sejarah atau TERTINDAS sejarah!

"Biasa saja", kata yang terlontar dari mulut seseorang akhwat penjaga posko Tim Tombo Ati disaat ditanya bagaimana rasanya menjadi koordinator relawan akhwat.
"Memang gimana ceritanya kok bisa jadi koordinator akhwat, Mbak?", tanyaku disela-sela pekerjaan meng-sms teman-teman untuk agenda TTA.
"Kecelakaan!!!Hehe..."
"Lho, kok bisa? Cerita dong Mbak, seru nih kayaknya!", lanjutku sambil nulis di secarik kertas.
"Ya begitulah, memang lucu kok."

"Wah, Mbak Shylva membuatku semakin penasaran."
"Ya, aku ceritain deh. Awalnya gini. Pembekalan pertama yang tanggal 7 November di Masjid Jogokaryan aku ikut. Kan di kasih formulir tuh, terus aku ngisi ketertarikan menjadi informan dan administratif. Keesokan harinya, Tim Tombo Ati langsung beragenda penerjunan relawan ke lapangan.
"Siapa yang ingin tetap di posko?" tanya seorang ikhwan saat koordinasi.
Mbak Shylva dan tiga relawan lainnya angkat tangan, dan akhirnya jaga posko. Awalnya Mbak Mela yang menjadi koordinator akhwat, tapi beliau ada amanah lain, jadi Mbak Shylva sebagai gantinya.
"Hari pertama, biasanya aja Dek, tapi hari setelahnya, wuih agak sedikit tertekan sih..."
"Lho, kenapa Mbak, kok gitu?"
"Pas itu belum ada temennya, akhwat sendirian". Tiap hari bahkan tiap jam sekali, dari markas ikhwan selalu tanya ke aku. (lah iya lah Mbak, tanyanya ke koordinator, masak ke jurnalis, kan ya gak nyambung, hehe-red). Ya sedikit agak sepanen aja, materi di kepalaku sudah penuh. Hehe".

"Tapi Insya Alloh ikhlas kan, Mbak??"
"Iya, Insya Alloh. Di sini, Shylva gak bisa memberi banyak kepada Tombo Ati, justru malah TTA yang memberiku banyak hal. Semangatnya temen-temen itu lho...Subhanalloh, walaupun mereka jelek-jelek, haha."
Aku dan Mbak Shylva tersenyum lebar.

"Kalau motto hidupnya Mbak Shylva apa?"
"Shilva Super dan Luar Biasa, hehe", sambil tangan memegang hp untuk merampungkan pekerjaannya.
"Jangan berharap organisasi akan memberimu sesuatu hal, tapi berusahalah untuk memberikan yang terbaik untuk organisasi tersebut", mahasiswi Kehutanan UGM 2005 ini mulai serius, aku pun serius.

"Kita ada atau tidak, dakwah ini akan terus berjalan, tergantung pada diri kita, ingin ikut menjadi penulis sejarah atau tertidas sejarah!", Mbak Shylva menambahkan.
Hatiku pun ikut berdesir mendengar kalimat dari Mbak Shylva.

Mau jadi PENULIS sejarah atau TERTINDAS sejarah!


Selasa, 23 November 2010

Peneliti: Letusan Tambora Lebih Dahsyat dari Merapi


Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Puslitbang Arkeologi Nasional Kemenbudpar, Sonny Wibisono mengatakan, letusan Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat pada 1815 lebih dahsyat dari letusan Merapi, karena Tambora mampu menghilangkan peradaban tiga kerajaan di wilayah itu.

"Tambora merupakan sebuah peristiwa alam letusan vulkanis yang terjadi pada 1815," kata Sonny Wibisono di Jakarta, Selasa.

Ia telah meneliti dampak letusan Tambora yang berdampak pada musnahnya peradaban termasuk tiga kerajaan yaitu Tambora, Pekat, dan Sanggar yang sempat berkembang di wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat.

Ledakan terhebat Tambora terjadi pada 1815 menewaskan 92.000 orang dan abu vulkanik yang dilepaskan terlempar hingga lapisan stratosfer udara.

"Akibat dari letusan itu masih bisa dirasakan sepanjang 1816 seperti perubahan iklim, tsunami kecil, dan hujan abu vulkanik," paparnya.

"Volcanic Explosivity Index" (VEI) Tambora dibandingkan 12 letusan gunung terdahsyat yang terjadi di permukaan bumi ini sejak ratusan tahun lalu, adalah yang kedua terbesar dengan nilai indeks 7 setelah Toba yang memiliki nilai VEI 8.

Namun dari sisi intensitas, letusan Tambora pada 1815 tercatat sebagai letusan paling kolosal.

"Akibat letusannya menyisakan sebuah kaldera yang ada sampai saat ini," tuturnya.

Penelitian tersebut difokuskan untuk merekonstruksi fase-fase letusan Tambora, sekaligus membuktikan adanya peradaban pada lapisan terbawah yang merupakan permukaan tanah lama.

Jejak peradaban itu diungkap melalui beberapa aspek seperti bentuk permukiman, konstruksi rumah, arah hadap rumah, dan peralatan keseharian masyarakat pada masanya.

"Ada beberapa keramik asal China yang ditemukan, ini membuktikan ada kontak budaya masyarakat setempat dengan kebudayaan asing khususnya China," ucapnya mengungkapkan.

Penelitian arkeologi yang dilakukan di lereng barat Tambora itu, diarahkan untuk mendapatkan gambaran cara-cara hidup melalui ragam peninggalan arkeologi yang ditinggalkan dan menelusuri bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan rentang kronologi dari pemukiman dan kerajaan-kerajaan itu.

"Penelitian ini, juga bertujuan untuk kepentingan konservasi," ujarnya menegaskan.

Dengan fakta seperti itu, letusan Tambora terbukti lebih dahsyat dari letusan Merapi yang terjadi sejak 26 Oktober 2010 lalu.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Sabtu (13/11/2010) tercatat 240 orang meninggal, akibat letusan Gunung Merapi.

Dampak ekonomi yang ditimbulkan letusan Merapi ditaksir mencapai belasan triliun rupiah.

Kerugian dari sektor pariwisata dan pertanian di tiga kabupaten saja mencapai total Rp13,3 triliun lebih. Tiga kabupaten yang mengalami dampak besar letusan Merapi adalah Kabupaten Magelang dan Boyolali di Jateng serta Sleman, DI Yogyakarta.


Minggu, 21 November 2010

Kamu Pingin Jadi Apa?



Sore ini Tim Tombo Ati berkunjung ke Posko Sanggrahan, Caturharjo, Sleman yang menampung pengungsi dari Wiro Nayan, Kradenan, Srumbung, Magelang. Kami berangkat berenam. Disambut hangat oleh pengungsi dan petugas posko. Karena situasi dalam ruangan yang kurang terkondisikan, training kali ini dilaksanakan di halaman. Walaupun sempat jadi bola pingpong (awalnya diminta keluar, trus disuruh masuk, akhirnya keluar lagi) peserta yang terdiri dari anak-anak dan remaja disana sangat antusias. Tanpa tikar, tanpa pengeras suara. Berdiri dan setengah teriak, makin hidup euy!

Diawali ice breaking dari Mas Zaid Mujahid. Instruksinya sederhana. Menebak kalimat yang diperagakan oleh salah satu peserta. Ada gaya dari yang lucu, lugu sampai yang wagu. Yang jawabannya betul diberi hadiah. Ada yang nebaknya bener-bener dipikir, ada yang asal, ada juga yang sak kenane. Yang berhak dapat hadiah ada dua orang, Dek Yani dan Mas Puji.

Master of Traning memasuki lapangan (berasa upacara aja). Mas Fai membuka materinya dengan mengajak peserta brain gym. Sebagian lancar, tapi nggak sedikit juga yang bingung. Apalagi waktu yang ibu-ibu dan bapak-bapak ikut nimbrung. Langsung geeerrrrr…

“Ada yang sudah punya cita-cita besok pingin jadi apa?”, Mas Fai bertanya. “Saya!”, hampir serempak menjawabnya. Setelah diminta menyebutkan, ini dia jawaban mereka:
Dokter                  : 3 orang (jawaban SD & SMP)
Polwan                 : 4 orang (jawaban adek-adek putri – ya iyalah, namanya aja polwan- yang masih SD)
Guru                      : 4 orang (juga jawaban yang SD & SMP)
Tentara                                : 5 orang (jawaban adek-adek putra yang masih SD)
Orang sukses     : 6 orang (jawaban yang setingkat SMP, kebanyakan justru SMA)

Hari gini ngomongin cita-cita? Itu penting adanya. Rumah boleh penuh abu, tapi semangat dan keyakinan meraih cita-cita nggak boleh berlalu. Seperti sosok yang Mas Fai sampaikan. Mounty Robert. Kami merasakan antusias mereka. Tahan berdiri dan memperhatikan dari awal sampai akhir. Bahkan orang tua dan keluarga juga ikut menyimak dengan seksama. Ya. Nggak ada satu orangpun yang boleh mencuri cita-cita kita!

Sebelum ditutup, Mas Zaid Mujahid kembali bagi-bagi hadiah. Hadiahnya ada empat. Tiga yang awal sih masuk akal kuisnya. Tapi yang terakhir sedikit nyeleneh. Siapa yang tahu nama lengkap Mas yang tadi ngisi?

“Oh iya, saya sendiri malah lupa memperkenalkan diri tadi,” sebuah pengakuan dosa ceritanya. “Ganti aja pertanyaannya” rembugan kita di belakang. Eh, belum sempat bilang, tiba-tiba ada satu anak mendekati kami. “Mas, namanya siapa?” Kaget. Ada yang berani tanya pada yang bersangkutan ternyata. Wah, perlu diapresiasi nih!

“Sini saya kasih tahu, karena kamu berani tanya langsung ke saya. Nama saya Ahmad Rifai…” bisik Mas Fai pada bocah berkostum Ronaldo warna biru itu. Tapi sayang waktu mau jawab dia lupa. Trus jawabannya diambil sama temennya, jadi hadiah terakhir tadi bukan buat dia.

Beruntung kami masih punya satu lagi. Dan ini yang paling besar. Walaupun sebenarnya ini bukan untuk hadiah. Sebelum kami pamit pulang, hadiah ini diserahkan langsung ke Azis sama Mas Fai. Dan hadiahnya nggak buat dia sendiri lho! Temen-temennya juga dia bagi…

Kami pamitan. Undur diri sekaligus salam perpisahan. Begitu tulusnya mereka memberi jawaban, “Matur nuwun sanget nggih, Nak… Ndherekaken sugeng tindak… Mugi saged kepanggih malih…” (Terima kasih sekali ya, Nak… Selamat jalan… Semoga bisa ketemu lagi…)

Semoga acara kali ini bisa jadi kenangan sebelum pulang ke kampung halaman. Jadi oleh-oleh buat dibawa ke Magelang. PULIHKAN dan KOKOHKAN! (an)


Sabtu, 20 November 2010

Ratusan Pengungsi Mengalami Gangguan Jiwa

Sabtu, 20 November 2010 21:40 WIB

Yogyakarta, (tvOne)
Dinas Kesehatan DIY mencatat, sebanyak 282 pengungsi korban bencana erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengalami masalah kejiwaan, sehingga membutuhkan penanganan khusus.
"Gangguan jiwa yang dialami ratusan pengungsi itu di antaranya depresi, ansietas (kecemasan), psikosis, sulit tidur, dan psikosomatis (merasa punya penyakit badan tetapi sumbernya kejiwaan)," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Bondan Agus Suryanto di Yogyakarta, Sabtu (20/11).

Menurut dia, pemulihan para penyandang gangguan jiwa itu akan dilaksanakan dengan minimal 1.000 kunjungan atau sekitar selama tiga bulan ke depan. Untuk itu, Dinkes telah melakukan semacam pelatihan perawat untuk melaksanakan kunjungan didampingi psikiater dan psikolog.

"Para perawat nanti akan melapor jika ada kasus yang membutuhkan pengobatan  secara psikologis dan dengan obat. Para perawat selanjutnya melaporkan ke psikolog atau dirujuk ke rumah sakit yang menangani kasus kejiwaan," Jelas Bondan (Ant)


Radius Awas Turun Menjadi 10 km

Hari ini, Sabtu, 20 November 2010, Badan Vulkanologi dan Mitigas Bencana Geologi menetapkan radius awas turun menjadi 10 km dari puncak gunung merapi.

Dengan ditetapkan turunnya radius awas ini, warga Srumbung yang berada di daerah di atas radius 10 km melakukan aktifitas membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Bahkan mereka memiliki rencana untuk tidur di rumah dan tidak akan kembali ke posko pengungsian.


Jumat, 19 November 2010

Biar Ngungsi Tetep Hepi....

Di sore yang cerah kira- kira pukul 15.30 WIB, tim relawan tombo ati yang terdiri dari Saipul, Fajar, Ayek, Yanni, Ika, Icha dan saya berangkat menuju medan laga di masjid jami' Cebongan. Saya  mempersiapkan diri untuk menghadapi medan yang  berat (garis merah -kata si Ipul), saya yakin disana nanti saya akan menghadapi saudara-saudara dengan wajah bermuram durja, penuh duka dan nestapa. Pra keberangkatan ketika di rumah NAH! saya mulai mencoba memikirkan respon apa yang paling tepat bila ada ibu-ibu atau simbah-simbah bercerita tentang sapinya yang ludes di makan kambing (Wedhus Gembel). Mungkin saya hanya bisa diam sambil  memeluk beliau, atau mungkin juga saya akan berkata "mugi-mugi angsal ganti ingkang langkung sae saking Gusti Allah ingkang Maha Kuwaos" (semoga mendapat ganti yang lebih baik dari Allah SWT.red), dan masih ada beberapa model jawaban lagi yang sudah saya siapkan dan tersimpan dalam lemari penyimpan di otak saya tapi saya yakin nanti ketika disana bukan logika yang bicara tetapi hati.

Selain bagi pengungsi dewasa fokus Tim Tombo Ati juga ditujukan bagi anak- anak dan remaja. Sebenarnya tujuan kami berangkat pada sore itupun karena ada permintaan dari takmir masjid jami' untuk memberikan motivasi bagi para remaja yang tinggal di sekitar masjid, agar mereka dapat lebih perduli terhadap kondisi saudara -saudara mereka yang terkena musibah.

Tibalah kami di masjid jami'. Seorang bapak berwajah ramah datang menyambut kami, subhanallah padahal kami belum melakukan apapun tapi sambutan bapak tersebut sungguh membuat hati kami terharu. Begitu melangkahkan kaki ke dalam masjid saya sungguh kaget dan bertanya-tanya "dimanakah para remaja yang akan di beri motivasi? kok sepi?". Kami malah mendapati ada sekitar 15-20 anak duduk manis di pojokan. Usia mereka antara 4 - 15 tahun. Akhirnya acara yang tadinya ditujukan untuk remaja sekitar masjid di alihkan ke mental healing bagi adik-adik yang imut dan lucu. Hal yang membuat saya terkejut sekaligus senang adalah tidak ada satupun ciri yang mengindikasikan bahwa mental mereka terganggu. Mereka tetap ceria seperti anak-anak pada umumnya, bahkan mereka mengajari kami bernyanyi, mengajak kami tebak-tebakkan, dan main ular naga(siapa relawan- siapa korban?). Mereka juga sangat up-date tentang berita terbaru, saat itu Obama sedang datang ke Indonesia dan salah seorang anak bercanda " kemarin sebelum dateng ke Indonesia , Obama telephon aku dulu lho mba' ", lansung saja saya timpali " sebelum ke Jakarta, dia malah nyapu abu yang ada di rumahku" Geerrrr kamipun tertawa. Sungguh menyenangkan ada di tengah -tengah mereka, bencana sebesar inipun tak berhasil menodai hati mereka yang masih suci. Harapan dan do'a selalu mereka panjatkan. Prasangka baik terhadap keputusan Allah selalu di nomor satukan. Tertampar , itu yang saya rasakan. Mungkin kita yang sudah dewasa ini sebaiknya  berkaca pada anak-anak sesusia mereka tak ada sedikitpun prasangka yang mengganggu roda kehidupan mereka. Meskipun berada di pengungsian mereka tetap senang karena bisa mendapat saudara baru, ilmu baru, dan semangat baru. Tak ada keluh dari bibir mereka yang masih jauh dar dosa, ketika saya bertanya " gimana dek bobok bareng-bareng? desek-desekkan?" mereka menjawab " Anget mba'" subhanallah.

Saya juga sempat ngobrol dengan ibu-ibu yang ada disana, dan ternyata tidak ada yang menyinggung masalah sapi, alhamdulillah jawaban yang tadi saya simpan tidak jadi saya pakai =D. Beliau hanya berkata ingin segera pulang, kangen rumah katanya, sangat wajar menurut saya. Meskipun begitu beliau tetap semangat dan pasrah menghadapi ujian kenaikkan tingkat yang Allah ujikan pada beliau.

Maghribpun tiba. Lebih dari 50% pengungsi shalat berjamaah, termasuk adik-adik kecil yang cerdas dan ceria. Usai shalat beberapa jamaah membaca Qur'an dengan khusyuknya. Hati saya diliputi kedamaian, ternyata tempat ini tak semengerikan yang saya bayangkan, dan saya terlanjur jatuh hati pada saudara-saudara saya yang ada disini yang telah memberikan banyak pelajaran bagi saya. Mengajarkan bahwa Berpikir positif akan membuat kita selalu Hepi. (marQdheet)


rapat tta jogja


Jumat 19 November 2010

Rapat besar TTA kali ini membahas pembagian job posko yaitu di  4 daerah JEC, Balai Desa Catur Harjo, Gor di Ganjuran . Kemudian penyerahan cocard dan buku saku oleh panitia kepada para pejuang relawan Tim Tombo Ati. Rapat kali ini juga dimeriahkan dengan penyematan award kepada beberapa relawan teladan, salah satunya  Mas Arif Jadmiko wakil relawan dari bagian humas. Kemudian juga ada beberapa info tanggal 27 November 2010 ada pembekalan ke tiga yang diselengarakan untuk para  rekan TTA dari jam 09.00 sampai 17.00 yang sifatnya wajib untuk memberi keterampilan sebelum terjun ke masyarakat. (rendravisual)


Kamis, 18 November 2010

Perawat Dilatih Atasi Depresi Korban Merapi


VIVAnews - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengalokasikan Rp574 juta untuk pelatihan Psyichological First Aids terkait bencana letusan Gunung Merapi. Menurut anggota Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf, program pelatihan itu dilaksanakan di Yogyakarta itu diikuti perawat dari Rumah Sakit JIwa (RSJ) Magelang, Klaten, Pakem, Solo, dan Semarang.

"Program mulai hari ini, 18 November 2010, melatih 200 perawat," kata Nova dalam keterangan persnya, Kamis 18 November 2010. Nova menuturkan, para perawat itu akan dilatih pendampingan psikologis berdasarkan metodologi ilmiah, terukur, dan terdata. Harapannya, mereka bisa mengantisipasi reaksi stres akut sekaligus mengukur besaran gangguan jiwa akibat bencana alam Merapi.

"Karena dikhawatirkan ada peningkatan prevalensi gangguan jiwa ringan atau sedang selama 12 bulan pasca-bencana," ujar anggota Fraksi Demokrat itu.

Menurut Nova, setelah 200 tenaga terlatih ini memberikan pendampingan jangka pendek dan menengah, pelatihan diperluas untuk tokoh masyarakat relawan bencana. "Idealnya, jangka panjang nanti di kawasan bencana alam sudah ada tenaga-tenaga kesehatan lokal serta tokoh masyarakat berkemampuan PFA, sehingga sudah terantisipasi baik dan terintegrasi dimulai dari fase kedaruratan," katanya.

Nova mengkampanyekan penanganan psikologis pertama sejak masa darurat itu karena berdasar temuannya, penggunaan istilah trauma center justru menimbulkan masalah baru. "Kita tidak boleh hanya fokus tangani trauma, tapi juga masalah lain terkait stres, daya pulih dan coping (kemampuan hadapi masalah)," katanya.


simbah yang tetap cinta pada tanah kelahiran

17 November 2010 
Kemaren seharian, aku bersama teman-teman Tim Tombo Ati menjadi relawan di daerah Manisrenggo, Klaten. Awalnya hanya sampai dzuhur, tetapi kok malah jadi sampai maghrib. Itulah nikmatnya menjadi relawan dengan niat hanya karena Alloh. Niat untuk menjadikan sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Alloh. wuih, banyak sekali hikmah yang aku dapatkan dari agenda kemarin. Bersyukur, bersyukur, bersyukur, bersabar untuk bisa melewati ujian, kebersamaan, dan yang membuatku terharu adalah pengorbanan semua orang di hati korban. 


Acara yang pendampingan untuk ibu-ibu, temen-temen akhwat telat. Jadi, Pak Arif Jadmiko yang memegang pembukaan forum ibu-ibu.

NGUDO ROSO KANGGO TOMBO ATI
Sekitar 40 ibu-ibu pengungsi di Manisrenggo, Klaten kumpul di Masjid Nurul Fajri. Kegiatan yang diadakan Tim Tombo Ati ini cukup mendapat antusias dari para ibu-ibu pengungsi. Mulai dari yang  usia 30 sampai 60-pun datang. Suara tawa terdengar, walaupun entah mungkin rasa sedih sedang ada pada diri ibu-ibu pengungsi.
"Pripun Bu, kabare? Sae-sae mawon ta, Bu?", Sambutan dari Tim Tombo Ati dengan bahasa Jawa terdengar sedikit 'medok'.
"Nggih, sae sedaya", secara serempak Ibu-ibu menjawab dengan tersenyum.

Saat sesi olahraga, pembagian kelompok, rujakan bersama ibu-ibu diikutinya dengan rasa bahagia. Ya...seperti itulah biasanya dunia ibu-ibu, relawan dari Tim Tombo Ati hanya ikut tertawa dikala ibu-ibu membuat guyonan khas ala mereka.


"Ya Alloh, Aku kangen ngomah, tapi Alhamdulillah aku bersyukur aku di sini, bisa mendekatkan diri pada-Mu Ya Alloh", suara terdengar lirih disertai deraian air mata yang melewati kerutan pipi dari Ibu Wanti saat sesi pengeluaran perasaan melalui vokal di kelompok bengkoang.
"Ya Alloh, ampunilah dosaku", Tubuh  ambruk disertai suara tangis keras yang kemudian semua anggota kelompoknya yaitu pelem, mendekap di pusat suara tangisan itu. 


Saat sesi pengeluarkan perasaan, suasana menjadi haru. Suara tangis terdengar cukup keras. Setelah sesi ini, dilanjutkan sesi tulisan. Semua perasaan yang ada di hati, di tuliskan di dua lembar kertas.
"Saya datang hari jumat, hatiku terasa hancur, sangat sedih, karena mendengar suara gemuruh dari gunung. Semua orang berlari kesana-kemari menyelematkan diri, sedangkan kedua anakku sakit semua. Sampai sekarang kalau mendengar suara-suara, hati kaget bagai diiris-iris. Itulah uraian kata-kataku yang sangat perih", kutipan dari tulisan Ibu Sri Sutarni, salah satu peserta training T2A.

Alhamdulillah, ibu-ibu kembali tersenyum saat adu yel-yel. Aku pun berharap, semoga memang rasa sedih dari ibu-ibu ini berkurang, bahkan malah disikapi sebagai rasa syukur pada Alloh karena di berikan kesempatan melakukan perbaikan diri lewat bencana merapi. Banyak cerita-cerita dari ibu-ibu yang dapat di ambil hikmahnya.
Bismillahirrohmanirrohim.
plok-plok-plok
gek ndang bali, plok-plok-plok,
 ndang bakul, plok-plok-plok,
 ndang ngarit, plok-plok-plok,
Allohuakbar...
Suara riuh gelegak tertawa terdengar meriah.


simbah yang tetap cinta pada tanah kelahiran
Ditengah riuhnya anak-anak bermain, seseorang yang memakal jilbab cokelat, kebaya hijau muda, serta bawahan jarik, sedang tergelatak dengan mata sayub-sayub mengantuk. Aku duduk di samping  beliau sambil mengulurkan tangan dan kemudian simbah bangun dari tidurannya.
Mbah, sampun dangu teng mriki?
Iyo Nduk, Jumat Pahing kulo teng mriki. Nggih sedasa dinten, Nduk. Memandangku sambil tersenyum senang.
Sebentar Mbah, sedasa itu sepuluh kan, Mbah?( pura-pura sok menjadi anak kota dengan cara tidak bisa bahasa jawa kromo alus )
Nggih, sepuluh dinten simbah nang kene.
Nyuwun pangapunten Mbah, asmanipun simbah sinten nggih? Aku menatap wajah beliau sesambi mengamati kerutan kulit beliau. Simbah sudah berumur banyak.
Mbah Mangun
Menawi yuswanipun simbah sampun pinten nggih? bertanya dengan perasaan yang ingin cepat tahu tentang simbah ini.
Wolung ndasa loro. Simbah tetap tersenyum walaupun gigi beliau sudah nggak ada (aku tersenyum dalam hati saja)
Menawi dalemipun simbah pundi?
Omahku neng Talun. Nek omahmu ngendi, Nduk?
Bantul, Mbah. Menawi saking puncak merapi pinten kilo niku dalemipun simbah?
Nggih watawis gangsal welas kilo.
Ning dalemipun simbah mboten kenging napa-napa ta, Mbah?
Nggih, mboten menapa-menapar. Wau kulo sholat teng griya. Bar sholat nyapu ngarepan, lagi entuk separo, udan deres. 


Mbah Mangun mempunya lima anak, yang empat ada di Jogja, yang satu ada di Karawang ,Jawa Barat. Suami dari Mbah Mangun sudah lama meninggal dunia. Beliau hanya sendirian di rumah.
Mbah Mangun mboten ndherek putrane mawon teng Karawang?"
Nggih sampun diajak mrika, ning kulo ajeng teng mriki mawon. Akeh kancane.
Mbah Mangun tiap harinya berkatifitas berkebun, mencari kayu bakar untuk dipakai sendiri. Mbah Mangun tidak mau merepotkan putra-putranya. Untuk kebutuhan sehari-harinya, sudah dikirimi uang oleh putra-putrinya. Bahkan sekarang ini, seorang putra dari Mbah Mangun sedang melakukan ibadah Haji.

Nduk, putuku le sekolah neng Jogja. Krapyak apa nggih jenenge? Simbah lagi sepisan neng Krapyak kuwi. Jenenge Windarti.
Sakniki Mbak Windarti teng pundi, Mbah?
Pumpung lagi preinan 2 minggu, saiki neng Nggunting karo Pakdhene. Nggih pas niliki kula , kula seg lenggah teng mriki niki, terus putu kula tekung o. Nggih langsung kula kekep nika.(Mendengarkan ceritanya simbah Mangun cukup menjadikan diriku ikut terharu)
Teng mriki seneng nggih, Mbah?
Nggih mboten ta Nduk, luwih seneng neng ngomah. Neng ngomah saged nyambut gawe. Teng mriki namung tilem, terus dhahar. Nggih mboten penak. Aku tersenyum sambil sedikit menyandarkan badanku di badan Mbah Mangun. Dan dalam hatiku, salah pertanyaan nih, hehe...
Sing penting teng mriki pasrah mawon.
Nggih, Mbah.
Adzan ashar pun berkumandang. Mbah Mangun kemudian bergegas berdiri dan mengambil air wudhu.


Rencana :
15.30 - 15.35 =  MC pembukaan (Fredo Nuruz)
15.35 - 15.40 =  sambutan dari T2A ( Dayat)
15.40 - 16.00 = Awallun dengan 2 lagu
16.00 - 16.50 = Ust Sayid
16.50 - 17.10 = Pengumuman dan pembagian doorprize.
17.10 - 17.30 = Awallun

Di lapangan
15.40 - 15.55 = Awallun
15.55 - 16.10 = Pembukaan dan Pengumuman lomba (Fa'i)
16.10 - 16.15 = Awallun
16.15 - 17.00 = Ust Sayid
17.00 - 17.15 = Awallun
*ustadz sayid terlambat, tapi insya Alloh alasannya syar`i
*awallun dapat menarik masa untuk datang ke posko utama.

Orang ini pasti tidak pernah pisah di setiap even. Fredo dan Nuruz membuka Tabliqh Akbar dengan Salam.

Juara Lomba mewarnai :
kelas 1 : Naia
kelas 2 & 3 : Gelbi
kelas 4 : Puput  Melati
kelas 5  :Beni Purwono
Kelas 6 : Windy
SMP
kelas 7 : Paryono
kelas 8 :Murwanto
kelas 9 : Puwanto
(asetya)


Rabu, 17 November 2010

Pengungsi Sholat ied di Lereng Merapi (17/11/2010-TVOne)


Magelang, (tvOne)
Puluhan pengungsi memilih pulang ke Dusun Sabrang, Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, untuk menunaikan shalat Idul Adha di Masjid Al Ma`arif yang berada di lereng Gunung Merapi, Rabu (17/11).

Umat Islam di desa terakhir dari barat puncak Gunung Merapi itu usai menjalani shalat Idul Adha di masjid Dusun Sabrang itu kemudian menggelar kenduri. "Sebagian besar sudah pulang dari pengungsian untuk mengikuti shalat Id di kampung ini," kata Kepala Dusun Sabrang, Jumari (55), usai shalat Id.

Mereka, yang terdiri atas orang tua, pemuda, perempuan, dan anak-anak, menjalani shalat Id secara takzim di Masjid Al Ma`arif Dusun Sabrang dengan imam Muhadi Minggir dan khatib Mustofa. Puluhan umat setempat mendatangi masjid setempat sambil membawa tumpeng untuk kenduri. "Kenduri ini sebagai tradisi kami setelah shalat Id, untuk bersyukur kepada Tuhan, apalagi tahun ini kami selamat dari bahaya letusan Merapi," katanya.

Usai shalat, mereka duduk secara melingkar menjadi beberapa kelompok kemudian menyantap menu kenduri itu bersama-sama yang mereka sebut makan secara "muluk" (makan tumpeng masing-masing kelompok dengan menggunakan tangan). Umat setempat yang tinggal di kampung sekitar delapan kilometer barat daya puncak Merapi menyembelih satu ekor sapi dan tiga kambing pada perayaan Idul Adha tersebut.

Jumlah warga setempat sebanyak 110 kepala keluarga atau 280 jiwa. Sebagian besar mengungsi ke sejumlah penampungan di Kecamatan Muntilan dan Kota Magelang karena letusan intensif Merapi beberapa waktu terakhir ditandai semburan awan panas, luncuran lava pijar, dan hujan abu vulkanik. "Sekitar 10 persen dari seluruh warga kami masih di pengungsian saat ini, sebagian besar lainnya sudah pulang," katanya didampingi seorang tokoh masyarakat setempat Nasir.

Mustofa saat khotbah menyatakan, letusan Merapi sebagai cobaan Allah kepada ketaatan umatnya sebagaimana telah dialami Nabi Ibrahim dan Ismael pada masa lalu. "Hati-hati menghadapi tantangan zaman, tetap takwa. Allah memberikan cobaan kepada umat-Nya supaya manusia semakin sabar dan takwa, menjalankan perintah agama," katanya.

Umat yang tetap takwa dalam menghadapi cobaan itu, katanya, akan mendapat rida Allah dan memiliki martabat yang tinggi. Cuaca di kawasan itu sejak sekitar pukul 05.30 WIB terlihat cerah. Gunung Merapi tampak mengeluarkan asap solvatara cukup tebal berwarna putih.

Sekitar pukul 07.30 WIB, bertepatan dengan umat Islam setempat selesai shalat Id, gunung berapi di perbatasan antara Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta itu tertutup kabut cukup tebal. "Kemarin (16/11) siang sempat turun hujan abu tipis di sini," kata warga setempat Tekad. (Ant)


"Daging Kurban Jangan Dibagi ke Pengungsi"


VIVAnews - Gubernur Daeerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, berharap daging kurban tidak dibagikan langsung ke pengungsi. Tapi langsung diberikan kepada dapur-dapur umum di pengungsian.

"Agar pengungsi nanti bisa makan bersama, dan itu jauh lebih efektif bagi pengungsi untuk menikmati hewan kurban," kata Sultan usai Salat Ied di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Rabu 17 November 2010.


Sultan menjelaskan, jika daging kurban diberikan ke pengungsi, mereka juga tidak dapat memanfaatkannya. "Kalau dikasih mentah pun bagaimana mereka mau masak, sedangkan peralatan dan bumbu-bumbu tidak ada," ujarnya.

Di Stadion Maguwoharjo, rencananya akan dilaksanakan kurban sebanyak 22 ekor sapi dan 32 ekor kambing. Kurban sapi itu antara lain adalah sumbangan dari Presiden SBY sebanyak 2 ekor sapi, Sultan sebanyak 1 ekor sapi, dan Agung Laksono 2 ekor sapi.

Menurut Sultan, pengungsi dapat menjadikan momen Idul Adha ini agar dapat lebih memahami cobaan bencana alam ini yang harus dihadapi dengan ketulusan kekuatan, dan keikhlasan. "Sumbangan itu hanya proses tapi bagaimana kekuatan kita untuk menghadapi bencana," ujarnya.
Laporan: Erick Tanjung | Yogyakarta


Menkes Tanggung Luka Bakar Merapi

VIVAnews- Kementerian Kesehatan menanggung semua pembiayaan pasien luka bakar akibat letusan Merapi. Kemenkes telah berkoordinasi dengan Dirut RSUP Dr. Sardjito dan menyepakati penanganan luka bakar dan sistem pengambilan daata korban yang dirawat di Rumah Sakit.

"Mengenai pembiayaan pasien yang di rawat dapat di klaim ke Kemenkes" ujar Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan drg. Tritarayati dalam rilisnya.



Sedangkan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan juga telah menyiapkan Poli Teknik Kesehatan (Poltekkes) untuk dimobilisasi dan menyiapkan tenaga D4 sebagai konselor jiwa di pengungsian, yang kemudian bergabung dengan Tim Kesehatan Jiwa.

Upaya kesehatan lainnya yang dilakukan yaitu vaksinasi Campak dengan 5000 sasaran di Provinsi DIY, rehabilitasi bagi pengungsi dengan mendirikan trauma center (psikologi) dan serta objek respon imunisasi campak, mempersiapkan RS lapangan Kemenkes dengan lokasi RS Jiwa Magelang, dan melakukan Surveilans penyakit Pes oleh Direktorat P2PL.

Kementerian Kesehatan juga telah mengirimkan bantuan logistik berupa masker habis pakai sebanyak 428.000 buah, masker kain sebanyak 10 boks, MP-ASI sebanyak 16 ton, alat kesehatan dan obat-obatan untuk RSUP Dr. Sardjito, dan biaya operasional sebesar Rp500 juta.


Selasa, 16 November 2010

Pengungsi Merapi Banyak Pulang


Klaten (ANTARA)- Jumlah pengungsi kini terus berkurang seiring dengan perkembangan Gunung Merapi yang meletus pertama Selasa (26/10) yang kondisinya sekarang terus mereda, meskipun sekarang masih dalam status "awas".

Untuk jumlah pengungsi di Klaten tersebar pada 28 kecamatan pada tanggal 14 November 2010 tercatat sebanyak 91.163 jiwa dan sampai 16 November 2010 tinggal 63.481jiwa, demikian data yang diperoleh ANTARA dari Posko Pengungsian Pemerintah Kabupaten Klaten, Selasa.

Untuk pengungsi yang ditampung Kantor Pemerintah Kabupaten Klaten dan dewan pada tanggal tersebut tercatat 2.500 jiwa, namun sekarang tinggal 1.000 jiwa.

Pengungsian di Jatinom semula 14.893 jiwa sekarang tinggal 132 jiwa yang tersebar di Jemawan 15 jiwa, Pandeyan 68 jiwa, Kelurahan Jatinom 14 jiwa dan Desa Cawan 20 jiwa.

Untuk pengungsi yang tinggal di GOR Gelarsena Klaten yang semula sebanyak 8.047 jiwa sekarang tinggal 2.960 jiwa.

Maryono (45) warga Panggang, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten yang mengungsi di GOR Gelarsena, mengatakan pihaknya belum pulang ke rumah.

"Teman-teman mengungsi di GOR Gelarsena memang sebagian sudah ada yang pulang, tetapi pihaknya belum karena daerahnya masih rawan," katanya.

Hal senada juga diungkapkan Marto Suwijo (64) warga Bawukan, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten yang mengungsi di kompleks perkantoran Pemkab Klaten juga belum pulang, karena situasi di kampungnya belum aman.

"Kami memang belum berani pulang menunggu situasi membaik, karena di sana udaranya masih panas sekali," katanya.


sumber : http://id.news.yahoo.com/antr/20101116/tpl-pengungsi-merapi-banyak-pulang-cc08abe.html


Tangisan Korban Merapi di Ujung Salat Ied

VIVAnews - Kesedihan mendalam, mengingat kembali kerabat yang meninggal dialami jamaah salat Idul Adha yang juga korban letusan Gunung Merapi. Saat memanjatkan doa di penghujung ibadah, sebagian dari jamaah wanita terlihat meneteskan air mata.

Pantauan VIVAnews.com, sebagian besar jamaah wanita pengungsi korban letusan Gunung Merapi terlihat menangis usai mengikuti salat Idul Adha di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa 16 November 2010.

"Saya tidak kuasa mas. Saya teringat kakak dan adik yang sudah tewas saat letusan Merapi," kata Tentrem (61), salah satu pengungsi dari Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan.

Tentrem terus menitikkan air mata. Menurut dia, meski di tengah suasana bencana alam, semangat berkurban kepada sesama harus tetap dibangkitkan. "Kita sama-sama kehilangan keluarga," kata dia.

Sementara, khotib salat Ied yang juga dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Suswanto, dalam ceramahnya mengingatkan agar para pengungsi tetap bersabar di tengah cobaan berat.

"Letusan Merapi merupakan fenomena alam dan harus menjadi pelajaran bagi kita semua. Terutama untuk menginstropeksi sikap kita terhadap sesama dan terhadap alam," kata Suswanto.

Di ujung ceramah, Suswanto mengajak para jamaah mendoakan para korban letusan merapi yang lebih dulu meninggal dunia. Usai salat, Bupati Sleman Sri Purnomo juga menguatkan mental warganya.

"Idul Adha ini diharap menjadi sebuah momentum untuk membangkitkan semangat dan menguatkan warga Sleman," kata Sri Purnomo.

Saat ini, ada sekitar 14 sapi dan enam ekor kambing yang siap disembelih di Stadion Maguwoharji. Sebanyak 10 hewan diantaranya merupakan sumbangan dari Dompet Dhuafa.

Hingga kemarin petang sekitar pukul 18.00 WIB, data korban tewas akibat letusan Merapi dari Provinsi DIY sebanyak 198 orang. Sedangkan dari Jawa Tengah mencapai 61 orang. Total korban tewas mencapai 259 orang. (hs)


Senin, 15 November 2010

Kegiatan Idul Adha Relawan Tombo Ati

SUSUNAN ACARA ‘IDUL ADHA 1431 H
Masjid Nurul Fajri, Bugisan, Manis Renggo, Klaten, Jawa Tengah

Tim Tombo Ati bekerja sama dengan takmir masjid Nurul Fajri, Bugisan, Manis Renggo, Klaten, besok selasa (16 november 2010) akan mengadakan serangkaian acara untuk para pengungsi yang tersebar di sekitar masjid Nurul Fajri, Bugisan, Manis Renggo, Klaten.
Berikut jadwal kegiatan yang akan diselenggarakan di barak pengungsian.


09.00-10.30 WIB: Pelatihan menyembelih hewan Qurban yang syar'i.
Pemateri: Ust. Sholihun
Peserta: Bapak-bapak dan Pemuda
08.00-11.00 WIB: Lomba Mewarnai buat anak oleh Tim Tombo Ati
10.00-11.30 WIB: Pelatihan Penguatan Mental Untuk Ibu-Ibu oleh: Faridah, S.Psi
16.00-17.30 WIB: Pengajian bersama Ust. Satria Baja Islam & Konser Nasyid Awwalun Accapela

Tim Tombo Ati adalah lembaga yang fokus dalam pelayanan pemulihan mental dan spiritual. Dalam penanganan korban erupsi Merapi ini, Tim Tombo Ati juga berperan dalam penanganan pengungsi, khususnya penguatan mental dan spiritual sebagaimana fokus lembaga.
Demikian pemberitahuan dari kami Tim Tombo Ati. Atas perhatian dan peliputannya kami ucapkan terima kasih. Semoga semua yang kita lakukan ini mendapat balasan terbaik dari Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.


Humas Tim Tombo Ati
Arif Jadmiko (081 916 234 788)
Sekretariat: Karangwaru Lor No.376, Jogja (0274-8309274)
Email:timtomboati@yahoo.co.id
Facebook: Tim Tombo Ati
Blog: timtomboati.blogspot.com


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More