“Ada yang sudah pernah diminta ibunya untuk membeli beras? Kalau istilah Jawanya nempur…”
Itulah yang pertama kali ditanyakan Mas Muhammad Fanni Rahman, salah satu Relawan Masjid Indonesia, saat menjadi pembicara tamu dalam Temu Keluarga Tombo Ati hari Jum’at (10/12) yang lalu.
“Nempur itu,” lanjut beliau, “awalnya kita beli beras. Kadang sampai di rumah ibu kita minta dipususi sisan (dicuci sekalian). Nah, saat mususi ini kadang kita menemukan kerikil-kerikil di antara beras yang kita beli. Tapi kalau kita mususi-nya nggak bener, ya bisa ikut dimasak. Trus ikut kita makan. Kalau sudah masuk mulut baru terasa. Baru makan nasi pulen, eh, ada kerikil yang ikut nyempil. Gimana rasanya, nggak nyaman kan?”
Begitu juga proses yang kita jalani sebagai relawan ini. Jangan sampai kita jadi kerikil di antara beras. Kerikil itu adalah ganjalan, bagi diri sendiri maupun orang lain. Belinya beras, dicuci bentuknya masih beras, dimasak juga beras, setelah matang jadi nasi. Tapi akan mengecewakan kalau ada ada kerikil barang sebutir.
Mas Fanni lalu berbagi tentang pengalamannya bersama teman-teman Relawan Masjid Indonesia. Menapaki Cangkringan, menjelajah Sleman, mengendus Sawangan, menilik Muntilan dan banyak tempat lainnya. Benar-benar cerita yang mengharukan sekaligus menggetarkan. Allahu Akbar!
“Kita ini sering kali berbuat dengan nafas pendek. Tidak masalah sebenarnya dengan tenaga yang terbatas dan bantuan yang minimal. Tinggal bagaimana biar itu bisa terlihat besar dan berefek panjang”, tutur Mas Fanni di akhir cerita.
Yak, nafas panjang! Siapkah para relawan?
Tetap semangat sampai akhirat! (an)
NB:
Relawan Award pekan ini diberikan kepada Mas Fajar Budi dan Mbak Atik. Semoga barokah, tetap istiqomah sampai jannah…!